Keluarga
Disharmoni
Pengertian Keluarga
Disharmoni
Keluarga. “Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu
yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga berinteraksi satu sama lain dan dalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan”
(Salvicion & Celis dikutip dalam Baron & Byrne, 2003). Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), keluarga adalah satuan unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang terkumpul dan tinggal di bawah suatu atap dalam keadaan saling bergantung
satu sama lain.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah gabungan dari beberapa individu yang tergabung karena
perkawinan atau hubungan darah yang tinggal satu atap berinteraksi dan
menjalankan perannya masing-masing.
Disharmoni.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) “Disharmoni adalah kejanggalan;
ketidakselarasan”. Ketidakselarasan yang terjadi dapat menyangkut berbagai aspek
dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakselarasan yang terjadi dalam keluarga biasa
disebut keluarga disharmoni.
Keluarga
Disharmoni. “Keluarga
disharmoni adalah kondisi retaknya struktur peran sosial dalam suatu unit
keluarga yang disebabkan satu atau beberapa anggota keluarga gagal menjalankan
kewajiban peran mereka sebagaimana mestinya” (Goode, 1991). Munculnya keluarga
disharmoni ini disebabkan karena adanya rasa kurang percaya dan curiga yang muncul
dalam anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena unit dasar dari masyarakat
telah rusak (Somasundaram, 2007).
Ciri-ciri Keluarga Disharmoni
Ciri keluarga disharmoni yang pertama adalah
keluarga yang kehidupannya diliputi oleh ketegangan, kekecewaan, dan tidak
pernah merasa puas dan bahagia terhadap keadaan dan keberadaan dirinya sehingga
anggotanya merasa terganggu atau terhambat (Gunarsa, & Gunarsa, 2004). Ciri
kedua, adalah hilangnya anggota keluarga yang disebabkan karena kematian, cidera,
atau perpindahan yang membuat kesenjangan besar dalam peran seseorang di
keluarga (Somasundaram, 2007). Pada
ciri ketiga, anggota keluarga yang berusia remaja lebih sering berada di luar
rumah dibandingkan di dalam rumah karena ada rasa tidak nyaman berada dalam
rumah yang diisi oleh konflik keluarga (Formoso, Gonzales, & Aiken, 2000).
Faktor yang Melahirkan Keluarga Disharmoni
“Hilangnya peran penting dari kehilangan
anggota dapat menyebabkan gangguan dan ketidakharmonisan dalam keluarga” (Somasundaram,
2007). Gangguan dalam keluarga dapat memicu guncangan yang mengancam ketahanan
keluarga sehingga menyebabkan perubahan pola dan perubahan hubungan antar
anggota keluarga (Rakhmat, 2007). Salah satu gangguan yang mengancam perubahan
hubungan antar anggota keluarga adalah kebosanan. Rasa bosan membuat hubungan
menjadi hambar, komunikasi mengalami hambatan, tugas suami istri menjadi
terbengkalai, dan terjadi pembalasan setiap ada yang memulai suatu tindakan.
(Farisi, 2008). Dengan kata lain, rasa bosan yang muncul dapat dipicu oleh
berbagai hambatan dan masalah semakin menguatkan ketidakharmonisan dalam suatu
keluarga.
Dampak dari
Keluarga Disharmoni
Bagi
anak-anak, berkurangnya ikatan antara anak dan orangtua dalam rumah yang berkonflik
membuat anak mengalami stres, sehingga anak lebih nyaman berada di luar rumah (Formoso, Gonzales, & Aiken, 2000). Disharmoni semakin menguat dalam keluarga khususnya pasangan
suami istri dapat menyebabkan pasangan suami istri tersebut mengalami keretakan
hubungan seperti kurangnya komunikasi kemudian menjadi perpisahan yang berujung talak
bahkan perceraian (Farisi, 2008).
Pencegahan dan Pemulihan Keluarga Disharmoni
Prinsip-prinsip dinamika keluarga dapat digunakan
untuk mendukung penyembuhan hubungan yang bertujuan menangkal interaksi yang tidak
adaptif. Masalah komunikasi individu mengarah kepada kesadaran peran seseorang dan
dorongan terhadap rasa saling membutuhkan menjadi fungsi yang digunakan untuk
membangun persatuan keluarga. Ketika anggota dalam keluarga khususnya anak-anak
bertemu dengan masalah dinamika keluarga, maka ia harus dikelola agar cepat
pulih (Somasundaram, 1998). Dengan menyadari bahwa setiap anggota memiliki rasa
ketergantungan dapat membina persatuan keluarga dan mencegah perpecahan
didalamnya (Somasundaram, 2007).
Daftar Pustaka
Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Disharmoni. (2008). Kamus
besar bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Farisi, M. Z. A. (2008). When i love you: Menuju sukses hubungan suami istri. Jakarta: Gema
Insani.
Formoso,
D., Gonzales, N. A., & Aiken, L. S. (2000). Family conflict and children’s internalizing and externalizing behavior:
Protective factors. American Journal
of Community Psychology, 28(2),
175-199.
Goode, W. J. (1991). Sosiologi keluarga.
Jakarta: Bumi Aksara.
Gunarsa, D. S., & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Keluarga. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Rakhmat, J. (2007). SQ
for kids: Mengembangkan kecerdasan spiritual anak sejak dini. Bandung:
Mizan Pustaka.
Somasundaram,
D. J. (2007). Collective trauma in
northern Sri Lanka: A qualitative psychosocial-ecological
study. International Journal of
Mental Health Systems, 1(5), Doi: 10.1186/1752-4458-1-5.
Somasundaram, D. J. (1998). Scarred minds.
New Delhi: Sage Publications.
Nama: Fauziah
NIM: 705120151