Repost from: http://kafilahcinta.roomforum.com/t108-psikologi-dalam-peradaban-islam
Psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu terbilang berusia muda. Ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental itu diklaim Barat baru muncul pada tahun 1879 M -- ketika Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium pertamanya di Leipzig. Padahal, jauh sebelum itu peradaban manusia dari zaman ke zaman telah menaruh perhatian pada masalah-masalah psikologi.
Peradaban manusia kuno di Mesir, Yunani, Cina, dan India telah memikirkan tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu bersamaan. Kebudayaan kuno itu juga telah memikirkan tentang sifat pikiran, jiwa, ruh, dan sebagainya. Masyarakat Mesir Kuno dalam catatan yang tertulis pada papirus bertarik 1550 SM telah mencoba mendeskripsikan tentang otak dan beberapa spekulasi mengenai fungsinya.
Selain itu, filsuf Yunani Kuno, Thales, juga telah mengelaborasi apa yang disebut sebagai psuch atau jiwa. Pemikir lainnya dari peradaban Yunani Kuno seperti Plato, Pythagoras, dan Aristoteles juga turut mendedikasikan diri mereka untuk mempelajari dan mengembangkan dasar-dasar psikologi. Sejak abad ke-6 M, peradaban Cina telah mengembangkan tes kemampuan sebagai bagian dari sistem pendidikan.
Lalu bagaimana peradaban Islam berperan dalam mengembangkan psikologi? Sebenarnya. jauh sebelum Barat mendeklarasikan berdirinya disiplin ilmu psikologi di abad ke-19 M, di era keemasannya para psikolog dan dokter Muslim telah turut mengembangkan psikologi dengan membangun klinik yang kini dikenal sebagai rumah sakit psikiatris.
Di era kekhalifahan, psikologi berkembang beriringan dengan pesatnya pencapaian dalam ilmu kedokteran. Pada masa kejayaannya, para psikolog Muslim telah mengembangkan Psikologi Islam atau Ilm-Al Nafsiat. Psikologi yang berhubungan dengan studi nafs atau jiwa itu mengkaji dan mempelajari manusia melalui qalb (jantung), ruh, aql (intelektual), dan iradah (kehendak).
Kontribusi para psikolog Muslim dalam mengembangkan dan mengkaji psikologi begitu sangat bernilai. Sejarah mencatat, sarjana Muslim terkemuka, Al-Kindi, merupakan psikolog Muslim pertama yang mencoba menerapkan terapi musik. Psikolog Muslim lainnya, Ali ibn Sahl Rabban Al-Tabari, juga diakui dunia sebagai orang pertama yang menerapkan psikoterapi atau 'al-`ilaj al-nafs'.
Psikolog Muslim di era kejayaan, Ahmed ibnu Sahl Al-Balkhi, merupakan sarjana pertama yang memperkenalkan konsep kesehatan spiritual atau al-tibb al-ruhani dan ilmu kesehatan mental. Al-Balkhi diyakini sebagai psikolog medis dan kognitif pertama yang secara jelas membedakan antara neuroses dan psychoses untuk mengklasifikasi gangguan penyakit syaraf.
Melalui kajian yang dilakukannya, Al-Balkhi, juga mencoba untuk menunjukkan secara detail bagaimana terapi rasional dan spiritual kognitif dapat digunakan untuk memperlakukan setiap kategori penyakit. Pencapaian yang berhasil ditorehkan Al-Balkhi pada abad pertengahan itu terbilang begitu gemilang.
Sumbangan yang tak kalah pentingnya terhadap studi psikologi juga diberikan oleh Al-Razi. Rhazes - begitu orang Barat menyebut Al-Razi - telah menorehkan kemajuan yang begitu signifikan dalam psikiatri. Melalui kitab yang ditulisnya yakni El-Mansuri dan Al-Hawi, Al-Razi mengungkapkan definisi symptoms (gejala) dan perawatannya untuk menangani sakit mental dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental.
Al-Razi juga tercatat sebagai psikolog pertama yang membuka ruang psikiatri di sebuah rumah sakit di Kota Baghdad. Pada saat yang sama, Barat belum mengenal dan menerapkan hal serupa, sebab waktu itu Eropa berada dalam era kegelapan. Apa yang telah dilakukan Al-Razi di masa kekhalifahan Abbasiyah itu kini diterapkan di setiap rumah sakit.
Pemikir Muslim lainnya di masa keemasan Islam yang turut menyumbangkan pemikirannya untuk mengembangkan psikologi adalah Al-Farabi. Ilmuwan termasyhur ini secara khusus menulis risalah terkait psikologi sosial dan berhubungan dengan studi kesadaran. Dari Andalusia, dokter bedah terkemuka, Al-Zahrawi, alias Abulcasis mempelopori bedah syaraf.
Selain itu, Ibnu Zuhr, alias Avenzoar tercatat sebagai psikolog Muslim pertama yang mencetuskan deskripsi tentang penyakit syaraf secara akurat. Ibnu Zuhr juga telah memberi sumbangan yang berarti bagi neuropharmakology modern. Yang tak kalah penting lagi, Ibnu Rusyd atau Averroes -- ilmuwan Muslim termasyhur - telah mencetuskan adanya penyakit Parkinson's.
Ali ibnu Abbas Al-Majusi, psikolog Muslim lainnya di masa kejayaan turut menyumbangkan pemikirannya bagi studi psikologi. Ia merupakan psikolog yang menghubungkan antara peristiwa-peristiwa psikologis tertentu dengan perubahan psikologis dalam tubuh. Ilmuwan besar Muslim lainnya, Ibnu Sina, alias Avicenna dalam kitabnya yang fenomenal Canon of Medicine juga mengupas masalah neuropsikiatri. Ibnu Sina menjelaskan pendapatnya tentang kesadaran diri atau self-awareness.
Sementara itu, Ibnu Al-Haitham alias Alhazen lewat kitabnya yang terkenal Book of Optics dianggap telah menerapkan psikologi eksperimental, yakni psikologi persepsi visual. Dialah ilmuwan pertama yang mengajukan argumen bahwa penglihatan terjadi di otak, dibandingkan di mata. Al-Haitham mengesakan bahwa pengalaman seseorang memiliki efek pada apa yang dilihat dan bagaimana seseorang melihat.
Menurut Al-Haitham, penglihatan dan persepsi adalah subjektif. Al-Haitham juga adalah ilmuwan pertama yang menggabungkan fisika dengan psikologi sehingga terbentuklah psychophysics. Melalui percobaan yang dilakukannya dalam studi psikologi, Al-Haitham banyak mengupas tentang persepsi visual termasuk sensasi, variasi, dalam sensitivitas, sensasi rabaan, persepsi warna, serta persepsi kegelapan.
Sejarawan psikologi, Francis Bacon menyebut Al-Haitham sebagai ilmuwan yang meletakkan dasar-dasar psychophysics dan psikologi eksperimental. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukannya, Bacon merasa yakin bahwa Al-Haitham adalah sarjana pertama yang berhasil menggabungkan fisika dengan psikologi, dibandingkan Fechner yang baru menulis Elements of Psychophysics pada tahun 1860 M.
Bacon juga mengakui Al-Haitham sebagai pendiri psikologi eksperimental. Dia mencetuskan teori besar itu pada awal abad ke-11 M. Selain itu, dunia juga mengakui Al-Biruni sebagai salah seorang perintis psikologi eksperimental lewat konsep reaksi waktu yang dicetuskannya. Sayangnya, sumbangan yang besar dari para ilmuwan Muslim terhadap studi psikologi itu seakan tak pernah tenggelam ditelan zaman.
Rumah Sakit Jiwa Pertama di Dunia
Umat Muslim di era keemasan kembali membuktikan bahwa Islam adalah pelopor peradaban. Sepuluh abad sebelum masyarakat Barat memiliki rumah sakit jiwa untuk mengobati orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan, umat Muslim di kota Baghdad pada tahun 705 M sudah mendirikannya. Rumah sakit jiwa atau insane asylums mulai didirikan para dokter dan psikolog Islam pada masa kekhalifahan.
Tak lama setelah itu, di awal abad ke-8 M peradaban Muslim di kota Fes juga telah memiliki rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa juga sudah berdiri di kota Kairo pada tahun 800 M. Setelah itu pada tahun 1270 M, kota Damaskus dan Aleppo juga mulai memiliki rumah sakit jiwa. Rumah sakit jiwa itu dibangun para dokter dan psikolog sebagai tempat untuk merawat pasien yang mengalami beragam gangguan kejiwaan.
Sementara itu, Inggris - negara terkemuka di Eropa -- baru membuka rumah sakit jiwa pada tahun 1831 M. Rumah sakit jiwa pertama di Inggris itu adalah Middlesex County Asylum yang terletak di Hanwell sebelah barat London. Pemerintah Inggris membuka rumah sakit jiwa setelah mendapat desakan dari Middlesex County Court Judges. Setelah itu Inggris mengeluarkan Madhouse Act 1828 M.
Psikolog Muslim di abad ke-10 M, Ahmed ibnu Sahl Al-Balkhi, (850 M - 934 M) telah mencetuskan gangguan atau penyakit yang berhubungan antara pikiran dan badan. Al-Balkhi berkata, ''Jika jiwa sakit, maka tubuh pun tak akan bisa menikmati hidup dan itu bisa menimbulkan penyakit kejiwaan.'' Al-Balkhi mengakui bahwa badan dan jiwa bisa sehat dan bisa pula sakit alias keseimbangan dan ketidakseimbangan. Dia menulis bahwa ketidakseimbangan dalam tubuh dapat menyebabkan demam, sakit kepala, dan rasa sakit di badan. Sedangkan, papar dia, ketidakseimbangan dalam jiwa dapat mencipatakan kemarahan, kegelisahan, kesedihan, dan gejala-gejala yang berhubungan dengan kejiwaan lainnya.
Dia juga mengungkapkan dua macam penyebab depresi. Pertama, kata Al-Balkhi, depresi disebabkan oleh alasan yang diketahui, seperti mengalami kegagalan atau kehilangan. Ini bisa disembuhkan secara psikologis. Kedua, depresi bisa terjadi oleh alasan-alasan yang tak diketahui, kemukinan disebabkan alasan psikologis. Tipe kedua ini bisa disembuhkan melalui pemeriksaan ilmu kedokteran.
Begitulah para pemikir Muslim di era keemasan memberikan begitu banyak sumbangan bagi pengembangan psikologi.
Pemikir Islam dan Psikologi
- Ibnu Sirin: Ilmuwan Muslim ini memberi sumbangan bagi pengembangan psikologi melalui bukunya berjudul a book on dreams and dream interpretation.
- Al-Kindi alias Alkindus: Dialah pemikir Muslim terkemuka yang mengembangkan bentuk-bentuk terapi musik.
- Ali ibn Sahl Rabban Al-Tabari: Dialah ilmuwan yang mengambangkan al-`ilaj al-nafs atau psikoterapi.
- Al-Farabi alias Alpharabius: Inilah pemikir Islam yang mendiskusikan masalah yang berhubungan dengan psikologi sosial dan studi kesadaran. - Ali ibn Abbas al-Majusi: Dia adalah sarjana Muslim yang menjelaskan tentang neuroanatomy dan neurophysiology.
- Abu al-Qasim Al-Zahrawi (Abulcasis): Inilah bapak ilmu bedah modern yang pertamakali menjelaskan bedah syaraf atau neurosurgery.
- Abu Rayhan al-Biruni: Dialah pemikir Islam yang menjelaskan reaksi waktu.
- Ibn Tufail: Inilah sarjana Muslim yang mengantisipasi argumen tabula rasa.
- Abu Al-Qasim Al-Zahrawi (Abulcasis): Inilah bapak ilmu bedah modern yang pertamakali menjelaskan bedah syaraf atau neurosurgery
Rabu, 31 Oktober 2012
Selasa, 23 Oktober 2012
Keluarga Disharmoni
Keluarga
Disharmoni
Pengertian Keluarga
Disharmoni
Keluarga. “Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu
yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga berinteraksi satu sama lain dan dalam
perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan”
(Salvicion & Celis dikutip dalam Baron & Byrne, 2003). Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), keluarga adalah satuan unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang terkumpul dan tinggal di bawah suatu atap dalam keadaan saling bergantung
satu sama lain.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah gabungan dari beberapa individu yang tergabung karena
perkawinan atau hubungan darah yang tinggal satu atap berinteraksi dan
menjalankan perannya masing-masing.
Disharmoni.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) “Disharmoni adalah kejanggalan;
ketidakselarasan”. Ketidakselarasan yang terjadi dapat menyangkut berbagai aspek
dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakselarasan yang terjadi dalam keluarga biasa
disebut keluarga disharmoni.
Keluarga
Disharmoni. “Keluarga
disharmoni adalah kondisi retaknya struktur peran sosial dalam suatu unit
keluarga yang disebabkan satu atau beberapa anggota keluarga gagal menjalankan
kewajiban peran mereka sebagaimana mestinya” (Goode, 1991). Munculnya keluarga
disharmoni ini disebabkan karena adanya rasa kurang percaya dan curiga yang muncul
dalam anggota keluarga. Hal ini disebabkan karena unit dasar dari masyarakat
telah rusak (Somasundaram, 2007).
Ciri-ciri Keluarga Disharmoni
Ciri keluarga disharmoni yang pertama adalah
keluarga yang kehidupannya diliputi oleh ketegangan, kekecewaan, dan tidak
pernah merasa puas dan bahagia terhadap keadaan dan keberadaan dirinya sehingga
anggotanya merasa terganggu atau terhambat (Gunarsa, & Gunarsa, 2004). Ciri
kedua, adalah hilangnya anggota keluarga yang disebabkan karena kematian, cidera,
atau perpindahan yang membuat kesenjangan besar dalam peran seseorang di
keluarga (Somasundaram, 2007). Pada
ciri ketiga, anggota keluarga yang berusia remaja lebih sering berada di luar
rumah dibandingkan di dalam rumah karena ada rasa tidak nyaman berada dalam
rumah yang diisi oleh konflik keluarga (Formoso, Gonzales, & Aiken, 2000).
Faktor yang Melahirkan Keluarga Disharmoni
“Hilangnya peran penting dari kehilangan
anggota dapat menyebabkan gangguan dan ketidakharmonisan dalam keluarga” (Somasundaram,
2007). Gangguan dalam keluarga dapat memicu guncangan yang mengancam ketahanan
keluarga sehingga menyebabkan perubahan pola dan perubahan hubungan antar
anggota keluarga (Rakhmat, 2007). Salah satu gangguan yang mengancam perubahan
hubungan antar anggota keluarga adalah kebosanan. Rasa bosan membuat hubungan
menjadi hambar, komunikasi mengalami hambatan, tugas suami istri menjadi
terbengkalai, dan terjadi pembalasan setiap ada yang memulai suatu tindakan.
(Farisi, 2008). Dengan kata lain, rasa bosan yang muncul dapat dipicu oleh
berbagai hambatan dan masalah semakin menguatkan ketidakharmonisan dalam suatu
keluarga.
Dampak dari
Keluarga Disharmoni
Bagi
anak-anak, berkurangnya ikatan antara anak dan orangtua dalam rumah yang berkonflik
membuat anak mengalami stres, sehingga anak lebih nyaman berada di luar rumah (Formoso, Gonzales, & Aiken, 2000). Disharmoni semakin menguat dalam keluarga khususnya pasangan
suami istri dapat menyebabkan pasangan suami istri tersebut mengalami keretakan
hubungan seperti kurangnya komunikasi kemudian menjadi perpisahan yang berujung talak
bahkan perceraian (Farisi, 2008).
Pencegahan dan Pemulihan Keluarga Disharmoni
Prinsip-prinsip dinamika keluarga dapat digunakan
untuk mendukung penyembuhan hubungan yang bertujuan menangkal interaksi yang tidak
adaptif. Masalah komunikasi individu mengarah kepada kesadaran peran seseorang dan
dorongan terhadap rasa saling membutuhkan menjadi fungsi yang digunakan untuk
membangun persatuan keluarga. Ketika anggota dalam keluarga khususnya anak-anak
bertemu dengan masalah dinamika keluarga, maka ia harus dikelola agar cepat
pulih (Somasundaram, 1998). Dengan menyadari bahwa setiap anggota memiliki rasa
ketergantungan dapat membina persatuan keluarga dan mencegah perpecahan
didalamnya (Somasundaram, 2007).
Daftar Pustaka
Baron, R. A., & Byrne, D. (2003). Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga.
Disharmoni. (2008). Kamus
besar bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Farisi, M. Z. A. (2008). When i love you: Menuju sukses hubungan suami istri. Jakarta: Gema
Insani.
Formoso,
D., Gonzales, N. A., & Aiken, L. S. (2000). Family conflict and children’s internalizing and externalizing behavior:
Protective factors. American Journal
of Community Psychology, 28(2),
175-199.
Goode, W. J. (1991). Sosiologi keluarga.
Jakarta: Bumi Aksara.
Gunarsa, D. S., & Gunarsa, Y. S. D. (2004). Psikologi praktis: Anak, remaja, dan keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Keluarga. (2008). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia.
Rakhmat, J. (2007). SQ for kids: Mengembangkan kecerdasan spiritual anak sejak dini. Bandung: Mizan Pustaka.
Rakhmat, J. (2007). SQ for kids: Mengembangkan kecerdasan spiritual anak sejak dini. Bandung: Mizan Pustaka.
Somasundaram,
D. J. (2007). Collective trauma in
northern Sri Lanka: A qualitative psychosocial-ecological
study. International Journal of
Mental Health Systems, 1(5), Doi: 10.1186/1752-4458-1-5.
Somasundaram, D. J. (1998). Scarred minds.
New Delhi: Sage Publications.
Nama: Fauziah
NIM: 705120151
Langganan:
Postingan (Atom)